JAKARTA: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan studi kelayakan atau feasibility study (FS) 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi rampung akhir tahun ini dengan nilai investasi Rp640 triliun dan segera dieksekusi pada 2026 mendatang.
Paket proyek dengan nilai investasi mencapai US$38,63 miliar atau sekitar Rp640,4 triliun (asumsi kurs Rp16.578 per dolar AS) sebelumnya sempat disodorkan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional ke BPI Danantara pertengahan Juli 2025 lalu.
Sekretaris Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional Ahmad Erani Yustika menuturkan studi kelayakan saat ini masih dikerjakan oleh Danantara.
“Saya kira pasti akan bertahap ya. Tapi semuanya pasti akan selesai akhir tahun ini. Karena harus segera dieksekusi proyeknya,” kata Erani yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Erani menegaskan salah satu proyek yang diprioritaskan segera dikerjakan adalah proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Adapun, proyek DME batu bara memerlukan investasi sekitar Rp164 triliun, menjadi nilai proyek terbesar dibandingkan dengan program lain yang diajukan ke Danantara.
Menurut Erani, proyek tersebut menjadi prioritas sebab pemerintah melihat peluang untuk mensubstitusi impor gas minyak cair atauliquified petroleum gas(LPG) dari DME batu bara
“Sepertinya [DME jadi prioritas], tapi di-checkdi Danantara juga ya. Karena kan ada kebutuhan bagi kita untuk bisa mengelola produksi gas ya untuk LPG itu,” ucap Erani.
Hanya saja, Erani tidak dapat memastikan apakah perusahaan batu bara pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan dilibatkan ke dalam proyek gasifikasi komoditas emas hitam tersebut.
“Danantara nanti akan menentukan,” tegas Erani.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah menyerahkan dokumen prastudi kelayakan 18 proyek prioritas hilirisasi dan ketahanan energi nasional itu ke CEO Danantara Rosan Roeslani pertengahan Juli 2025 lalu.
Dari 18 proyek yang diajukan, 8 di antaranya program hilirisasi di sektor mineral dan batu bara (Minerba), masing-masing 2 proyek di sektor transisi dan ketahanan energi, dan masing-masing 3 proyek di sektor pertanian, kelautan dan perikanan.
Menurut Bahlil, proyek-proyek hilirisasi tersebut berpotensi menciptakan hampir 300.000 lapangan pekerjaan, yang sebagian sudah bisa dieksekusi dalam beberapa bulan ke depan pada 2025.
Ke depannya, pembiayaan dan skala prioritas, termasuk penentuan modal bisnis, pelaksanaan proyek, groundbreaking, maupun penyelesaian kendala proyek, akan disinergikan antara Satgas Hilirisasi dengan Danantara.
Terkait dengan hilirisasi di sektor ketahanan energi, Bahlil menyebut pemerintah tetap akan melanjutkan proyek kliang berkapasitas 1 juta barel.
Rencana proyek kilang tersebut sudah melalui tahap kajian atau studi banding di Angola oleh tim dari Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Pertamina.
“Itu sudah ada dan akan kami diskusikan, termasuk kami akan membangun crude storage untuk ketahanan energi kita selama 21 hari dengan sinergi bersama Satgas dan Danantara,” kata Bahlil, medio Juli.
Daftar 18 Proyek Prioritas Hilirisasi dan Ketahanan Energi:
Proyek Sektor Minerba
1. Industri Smelter Aluminium (bauksit) Mempawah, Kalimantan Barat dengan nilai investasi Rp60 triliun.
2. Industri DME (batu bara) di Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, Banyuasin dengan nilai investasi Rp164 triliun.
3. Industri aspal di Buton, Sulawesi Tenggara dengan nilai investasi Rp1,49 triliun.
4. Industri Mangan Sulfat di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan nilai investasi Rp3,05 triliun.
5. Industri Stainless Steel Slab (nikel) di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi Rp38,4 Triliun.
6. Industri Copper Rod, WIre & Tube (katoda tembaga) di Gresik, Jawa Timur dengan nilai investasi Rp19,2 triliun.
7. Industri Besi Baja (pasir besi) di Kabupaten Sarmi, Papua dengan nilai investasi Rp19 triliun.
8. Industri Chemical Grade Alumina (bauksit) di Kendawangan, Kalimantan Barat dengan nilai investasi Rp17,3 triliun.
Proyek Sektor Pertanian
9. Industri Oleoresin (pala), di Kabupaten Fakfak, Papua Barat dengan nilai investasi Rp1,8 triliun.
10. Industri Oleofood (kelapa sawit) di KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan Timur (MBTK) Rp3 triliun.
11. Industri Nata de Coco, Medium-Chain Triglycerides (MTC), Coconut Flour, Activated Carbon (kelapa) di Kawasan Industri Tenayan, Riau dengan nilai investasi Rp2,3 triliun.
Proyek Sektor Kelautan dan Perikanan
12. Industri Chlor Alkali Plant (garam) di Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Riau, Banten, dan NTT dengan nilai transaksi Rp16 triliun.
13. Industri Fillet Tilapia (ikan tilapia) di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan nilai investasi Rp1 triliun.
14. Industri Carrageenan (rumput laut) di Kupang, NTT dengan nilai investasi sebesar Rp212 miliar.
Proyek Ketahanan Energi (Kilang 1 Juta Barel)
15. Kilang Minyak (oil refinery) dengan nilai investasi sebesar Rp160 triliun.
16. Tangki Penyimpanan Minyak (oil storage tank) dengan nilai investasi sebesar Rp72 triliun.
Proyek tersebut tersebar di Lhokseumawe, Sibolga, Natuna, Cilegon, Sukabumi, Semarang, Surabaya, Sampang, Pontianak, Badung, Bima, Ende, Makassar, Donggala, Bitung, Ambon, Halmahera Utara dan Fakfak
Proyek Transisi Energi
17. Modul Surya Terintegrasi (bauksit dan silika) di Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah dengan nilai investasi Rp24 triliun.
18. Industri Bioavtur (used cooking oil) di KBN Marunda, Kawasan Industri CIkarang dan Kawasan Industri Karawang dengan nilai investasi Rp16 triliun. (adm/bloombergtechnoz)

