JAKARTA: Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan sistem pembayaran digital baru bernama Payment ID pada 17 Agustus 2025. Sistem ini merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, dan dirancang sebagai kode unik berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang mengintegrasikan seluruh aktivitas keuangan individu.
“Payment ID akan menjadi fondasi dari sistem pembayaran yang transparan dan bertanggung jawab,” ujar Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan, dalam Editors Briefing di Labuan Bajo, Jumat, 18 Juli 2025.
Menurutnya, sistem ini bagian dari langkah penting pemerintah menghadirkan sistem keuangan yang sehat dan inklusif. Payment ID dapat mencatat dan menggabungkan data dari berbagai sumber keuangan seperti rekening bank, kartu kredit, dompet elektronik, hingga pinjaman daring.
Dudi melanjutkan, sistem ini memungkinkan otoritas mengetahui profil keuangan seseorang secara menyeluruh seperti pendapatan, pengeluaran, hingga beban utang dan investasi. “Payment ID ini sangat powerful,” ujar dia.
Salah satu penerapan yang bisa menggunakan sistem ini adalah proses pengajuan kredit. Menurut Dudi, bank cukup mengirimkan permintaan persetujuan (consent) ke ponsel nasabah. Setelah disetujui, sistem akan membuka akses ke profil keuangan lengkap nasabah melalui BI-Payment Info. “Nanti begitu saya klik OK, nanti bank akan mengalihkannya ke BI-Payment Info,” kata Dudi.
Untuk menjamin privasi, sistem menggunakan skema persetujuan. Data hanya dapat diakses jika pemilik memberikan izin melalui notifikasi yang dikirim ke ponsel.
Sebagai pilot project, Payment ID diuji coba untuk memverifikasi kelayakan penerima bantuan sosial (bansos). Dudi menyebut dari uji awal terhadap sepuluh individu, ditemukan satu orang memiliki empat rekening. Temuan ini menurutnya memunculkan pertanyaan soal kelayakan yang bersangkutan sebagai penerima bansos.
Untuk penggunaan verifikasi penerima bansos, data tersebut menurutnya hanya dapat diakses lembaga yang berwenang seperti Badan Pusat Statistik (BPS) selaku pengelola Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dudi menegaskan BI tidak membagikan data ini ke lembaga lain sembarangan. “Kami sangat berhati-hati. Transparansi ini bisa disalahgunakan. Kami harus menjaga kepercayaan publik,” ujarnya.
Dudi menjelaskan, dari sisi teknis, Payment ID berfungsi sebagai identifikasi unik, alat autentikasi transaksi, dan kunci untuk menghubungkan data profil dengan aktivitas transaksi. Dudi menyebut sistem ini dapat mendeteksi fraud dan menilai kesehatan keuangan secara lebih akurat dibandingkan sistem konvensional seperti SLIK. “Sudah langsung ketahuan income statement, penerimaan, pengeluaran. Kalau penerimaan lebih besar daripada pengeluaran, misalnya 120 persen, berarti apa? Saya sehat,” tutur Dudi memberi contoh. Sebaliknya, jika catatan penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran, berarti kondisi keuangan tidak sehat. “Sehingga bank semakin tahu terkait dengan performance keuangan saya,” kata Dudi.
Karena kemampuan Payment ID yang dapat mengetahui seluruh bentuk dan proses transaksi, Bank Indonesia berkomitmen menjamin memberi pelrindungan ketat. “Kami menghindari penyalahgunaan dari payment ID dari pihak-pihak yang tidak dikehendaki.”
Berdasarkan BSPI 2030, pemanfaatan Payment ID mencakup tiga fungsi, yakni sebagai kunci identifikasi untuk membentuk data profil pelaku sistem pembayaran, sebagai kunci otentifikasi data dalam pemrosesan transaksi. serta sebagai kunci unik dalam proses agregasi antara data profil individu dengan data transaksional yang granular. (adm/tempo.co)