Angka Pertumbuhan Ekonomi Diragukan, Indef: Jelaskan Metode Penghitungannya!

JAKARTA: BADAN Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 tumbuh 5,12 persen pada 5 Agustus 2025. Angka itu lebih tinggi dibanding kuartal I yang hanya tumbuh 4,87 persen.

Padahal sejumlah ekonom memprediksi ekonomi di triwulan kedua tak mencapai 5 persen. Karena itu. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Fadhil Hasan mendorong pemerintah menjelaskan secara lebih rinci soal laporan tersebut.

Fadhil menjelaskan pengumuman pemerintah ini merupakan data resmi, sehingga bakal jadi rujukan banyak pihak. “Kami mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan dan komunikasi lebih lanjut, juga mendorong agar pemerintah melihat secara lebih mendasar lagi dari sisi metodologinya,” kata dia dalam diskusi publik Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 yang digelar Indef, Rabu, 6 Agustus 2025.

Indef menilai penghitungan tersebut tak selaras dengan kondisi perekonomian saat ini. Peneliti Ekonomi Makro dan Finansial Indef Abdul Manap Pulungan menyoroti lima komponen pendorong pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, di antaranya konsumsi rumah tangga, konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, investasi langsung, serta ekspor-impor. “Dari lima ini enggak ada yang bergerak signifikan, kalau kita pahami,” kata dia.

Konsumsi rumah tangga berdasarkan data BPS tumbuh 4,97 persen pada kuartal II. Naik dibanding triwulan 1 yang tumbuh 4,87 persen. Padahal, kata Abdul Manap, berdasarkan data terjadi penurunan kelas menengah.

Pengeluaran pemerintah juga mengalami kontraksi imbas efisiensi. Dari sisi investasi menurut Manap belum terlihat signifikan. Capaian investasi pun masih berbentuk komitmen, belum realisasi riil di lapangan. Sedangkan ekspor-impor menurut dia tertekan oleh perang dagang. 

“Agak susah kita menarik satu benang merah kira-kira sektor mana yang bisa mem-boosting pertumbuhan ekonomi 5,12 persen,” kata Abdul Manap. Kecuali, ada momentum yang mendorong konsumsi naik tinggi.

Ekonom Celios Nailul Huda juga berpendapat senada. “Pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang ada moment Ramadhan-Lebaran terasa janggal,” kata dia.

Huda mengatakan data pertumbuhan ekonomi yang tak sinkron dengan indikator lain, seperti PMI manufaktur, membuat dia tak percaya terhadap data yang dirilis oleh BPS. “BPS harus menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan juga pengeluaran.”

BPS merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II mencapai 5,12 persen atau naik dibanding kuartal I 2025, juga kuartal II 2024. BPS mencatat dari sisi pengeluaran, konsumsi tumbuh 4,97 persen dan konsumsi LNPRT tumbuh 7,82 persen. 

Sedangkan investasi yang diukur lewat komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), pertumbuhannya yang mencapai 6,99 persen. Ekspor dan impor masing-masing tumbuh 10,6 dan 11,6 persen. Pengeluaran pemerintah jadi satu-satunya yang mengalami kontraksi, yakni minus 0,33 persen. (adm/tempo.co)